Sumber: http://politik.kompasiana.com/2014/09/06/kasus-jero-wacik-takutkan-hatta-rajasa-sby-dan-koalisi-permanen-677514.html
KPK semakin mendalami kasus Jero Wacik -
yang mungkin akan bungkam awalnya. PPATK pun tengah menelusuri tentang
pajak para trader dan keterlibatan lebih banyak orang di BP (SKK) Migas.
Pendalaman oleh KPK dan PPATK ini jelas akan menyeret lebih banyak
orang. Yang perlu diperhatikan adalah Karen Agustiawan yang dipaksa
mundur dari posisi Dirut Pertamina. Implikasi pendalaman kasus Jero
Wacik akan menakutkan (baca: akan menimbulkan reaksi balik dari mafia
migas) bagi banyak pihak. Kasus Jero Wacik akan semakin menakutkan Hatta
Rajasa, SBY yang di akhir pemerintahannya tercoreng-moreng, dan koalisi
permanen dan para pihak memiliki kepentingandi permafiaan di dunia
minyak dan gas. Korupsi dan KKN di migas sangat terstruktur, masif dan
sistematis.
Data dari PPATK terlihat aliran uang ke
Jero Wacik bisa mencapai 870 kali dengan angka Rp 300 - 800 juta per
hari. Angka-angka aliran dana ke berbagai pejabat (sekitar 6-7 orang
pejabat terkait kekuasan di Pertamina, SKK Migas dan Kementerian ESDM)
akan menjerat lebih banyak orang selain Jero Wacik. Itu baru angka kecil
dari satu anggota mafia migas bermana Jero Wacik. Padahal ada ratusan
raja dan ratu mafia di Indonesia.
Pengalaman menonton dan melihat dan bekerja
di sektor migas menunjukkan betapa hanya pejabat sekelas deputi, kepala
bidang dan seksi BP (SKK) Migas pun memiliki kekayaan dan pencucian
uang berupa hotel, restaurant, kos-kosan, dan investasi property dan
saham.
Contoh praktek mafia minyak dan gas, tata
kelola penjualan minyak, pengadaan barang dan Jasa dari Chevron yang
melibatkan Pertamina dan BP (SKK) Migas, dilakukan lewat pihak ke-3
alias calo. Dalam industri minyak ini, terlibat banyak aktivitas bisnis
termasuk yang menjadi peluang perampokan salah satunya adalah adanya
cost recovery, yang sangat merugikan negara sekitar 400 triliun per
tahun - dan akan selalu merugikan.
Pihak ke-3 membeli minyak lewat konsultan
minyak di Hawaii (yang client-nya adalah para trader) yang selalu
memaksa Pertamina membeli minyak di Asia Tenggara yang sudah banyak
memiliki kilang. Ketentuan menjual migas lewat pihak ketiga juga. Juga
Pertamina selalu membeli minyak impor lewat pihak ketiga. Setiap
pengapalan bisa ditelusuri asal minyak. Pertamina selalu membeli minyak
dari trader bukan pemilik minyak.
Selain itu, terdapat modus kejam mafia
minyak antara lain minyak yang diimpor dikembalikan keluar (dire-ekspor
keluar) lalu dibeli lagi oleh Pertamina. Dengan modus ini maka catatan
ekspor dan impor minyak tidaklah untuk kepentingan rakyat. Selain itu,
minyak dari Sumatera misalnya diekspor ke Singapura lalu dibeli lagi
oleh Pertamina.
Tender minyak pun mampu diatur oleh trader
di Singapura (dan Jakarta) yang telah mendapatkan informasi tentang
jenis minyak-minyak yang akan dibeli. Dari sini peluang kongkalikong
antara SKK Migas dengan para trader (pihak ke-3) terjadi.
Sejak zaman Pertamina, BP Migas, SKK Migas
para pejabat di bidang Migas selalu meminta uang kepada pengusaha migas
untuk keperluan pribadi dan keluarga. Transaksi keuangan para mafia ini
selalu melibatkan uang cash. Tertangkapnya Rudi Rubiandini yang menunjuk
pihak tertentu memenangi tender adalah salah satu contoh. Sejak SKK
Migas masih bernama BP Migas penunjukan langsung penyedia jasa dan
barang selalu di lakukan. Di situlah perampokan besar-besaran industri
migas berlangsung yang melibatkan Pertamina, SKK Migas, rekanan,
kontraktor, trader, yang semuanya bermain.
Kasus Jero Wacik akan semakin menakutkan
Hatta Rajasa, SBY dan koalisi permanen. Ketakutan itu bisa menimbulkan
implikasi politik yang mengeras (baca: dengan bersatu padu akan
menjungkalkan Jokowi) atau melemah (baca: dengan bersembunyi dan
berkompromi politis dengan Jokowi). Perhitungan politik-hukum, diyakini
koalisi permanen akan semakin garang - di sisi lain yang tak garang
karena memiliki catatan bersih akan berkompromi. Jadi, catatan buruk
koalisi permanen bisa menjadi alat tawar Jokowi untuk tetap bisa
menjalankan pemerintahan.
Catatan lainnya, jika pilihan melawan yang
diambil oleh koalisi permanen, maka rakyat akan menonton semakin banyak
orang digelandang oleh oleh KPK. Dalam politik, kekuasaan berarti
kemampuan untuk menyelamatkan diri dan berkuasa. Ketika kekuasaan tidak
ada lagi di tangan, maka keselamatan dan kepentingan akan terancam. Maka
rakyat akan melihat apakah Hatta Rajasa - sebagai Menko Ekuin - Karen
Agustiawan, para anggota DPR termasuk Marzuki Alie dan banyak pejabat
lainnya akan digelandang menjadi pesakitan KPK.
Solusinya Jokowi harus membubarkan SKK
Migas dan menetapkan aturan bahwa semua ekspor-impor minyak dilarang
melibatkan pihak ketiga, agar menutup peluang kebocoran. Bubarkan SKK
Migas yang menjadi pintu bagi terciptanya KKN dan perampokan uang.
Kembalikan wewenang ke Pertamina dengan manajemen lebih baik agar kasus
Ibnu Sutowo yang nyaris membangkrutkan Pertamina tidak terjadi lagi.
Jadi, kasus Jero Wacik ini tak hanya
menimbulkan implikasi hukum yang akan menyeret banyak orang dijerat oleh
KPK, namun memiliki implikasi politik yakni koalisi permanen akan
mengeras (melawan) atau akan kompromi atau melemah (cari aman)
menghadapi Jokowi. Selain itu, kasus Jero Wacik akan menjadi
pertimbangan betapa kebobrokan SKK Migas menjadi peluang perampokan
migas yang Jokowi harus bubarkan SKK Migas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar